Cerita kontol pramugara ganteng – Aku sudah berkemas sejak pukul 6 sore, sebab pesawat yang akan membawaku ke Jakarta dari Bali akan berangkat pada pukul 9 malam nanti. Aku lalu mandi dan setelah itu menutup koperku, aku kunci pintu kamar kost-ku, dan juga berpamitan kepada ibu kost.
“Sudah mau berangkat, Tom?”, tanya Bu kost padaku.
“Udah, bu”, jawabku pendek.
“Nanti setiba di Jakarta, titip salam saya pada ibu kamu ya Tom”, pinta Bu kost padaku.
“Yuk.., Bu saya pergi dulu”, ujar saya mohon pamit pada ibu kost. Setelah menyetop taksi, akupun langsung pergi menuju ke bandara, setibanya di bandara, kebetulan aku berpapasan dengan mobil yang mengantar pramugara dan pramugari pesawat yang akan aku tumpangi, aku sempat melihat seorang pramugara yang sungguh tampan, wajahnya halus dan body-nya kekar dibalut dengan kemeja panjang yang dikenakannya, sungguh membuat jantungku berdebar.
Setelah mendapatkan boarding pass, aku lalu berjalan-jalan di sekitar ruang tunggu, sambil melihat-lihat toko souvenir yang berjejer, dan aku lalu melihat pramugara yang tadi sempat membuat jantungku berdebar, dia tampaknya sedang sibuk memeriksa agendanya, langsung saja aku hampiri pramugara itu.
“Wah.., sibuk ya Mas?”, tanyaku membuka percakapan.
“Anda siapa ya?”, tanya si pramugara cuek.
“Saya Tommy, perkenalkan”, ujar saya sambil menjulurkan tangan saya.
“Oh.., saya Irfan Bachdim”, jawab si pramugara sambil berjabat tangan dengan saya.
“Anda nanti bertugas di pesawat SA701?”, tanya saya pada Irfan Bachdim.
“Iya.., kamu mau naik penerbangan itu juga?”, Irfan Bachdim balas bertanya. Akhirnya kamipun terlibat percakapan seru dari masalah pekerjaan, hobby, dsb yang semakin memperat hubungan kami.
Ketika sudah berada di dalam pesawat, Irfan Bachdim menanyakan nomer kursi yang tertera di boarding pass-ku, lalu akupun memberitahukan nomer kursiku.
“Sebaiknya kamu duduk di belakang saja ya.., lebih sepi, jadi kita bisa ngobrol-ngobrol lagi”, ajak Irfan Bachdim, dan tentu saja aku tidak menolak kesempatan emas untuk lebih dekat dengan Irfan Bachdim. Irfan Bachdimpun lalu memilihkan sebuah kursi di dekat pintu yang berhadapan dengan kursi awak kabin. Ketika pesawat akan tinggal landas, Irfan Bachdim duduk di kursi yang ada di depanku, sehingga kami saling berhadap-hadapan. Aku lalu melirik ke arah Irfan Bachdim, matanya sangat tajam memandang ke arahku, sehingga membuatku kaget dan akupun bertanya-tanya dalam hati, apakah Irfan Bachdim seorang gay juga seperti aku? Namun aku yakin pastilah Irfan Bachdim seorang gay dari cara memandangnya.
Kami terdiam, tempat duduk di paling belakang sangat sepi hanya ada kami berdua. Aku sungguh bernafsu melihat body dan wajah Irfan Bachdim, dia sungguh tampan, aroma parfum-nya sungguh maskulin, karena tidak tahan, kakiku aku angkat dan kutaruh di atas daerah tempat penisnya bersarang, kuelus-elus kakiku di atas daerah tersebut, dan Irfan Bachdim juga tidak protes ataupun terkejut ketika aku berbuat demikian, bahkan tampaknya dia sangat menikmati servis yang kuberikan, aku dapat merasakan penis Irfan Bachdim, dan menurutku penis Irfan Bachdim cukup besar, walaupun masih dalam keadaan setengah berdiri. Akhirnya lampu sabuk pengaman pun dimatikan, dan kakiku langsung aku angkat dari daerah XX Irfan Bachdim.
“Tom, tunggu aku selesai tugas ya?”, bisik Irfan Bachdim di telingaku, akupun jadi heran apa yang direncanakan Irfan Bachdim terhadapku. Setelah aku menikmati hidangan, Irfan Bachdim kembali muncul.
“Tom, ikut gue yuk?”, pinta Irfan Bachdim.
“Kemana Fan?”, tanyaku heran.
“Udah.., pokoknya ikut aja!”, ajak Irfan Bachdim seraya meraih tanganku. Akupun tidak bisa menolak, dan ternyata Irfan Bachdim mengajakku ke WC pesawat, aku sangat terkejut demikian cepatkah aku harus melayani kuda jantan ini, tanyaku dalam hati dengan hati riang gembira. Setelah kami berdua berada di dalam WC pesawat yg sempit itu, Irfan Bachdimpun segera menguncinya. Karena nafsuku yang sudah tidak tertahankan, akupun mulai men-servis Irfan Bachdim, aku cium bibir Irfan Bachdim, kujilat-jilat bibirnya dan diapun membalas ciuman ke bibirku, aku lalu mulai melepas kancing kemejanya dan lalu perlahan-lahan kuangkat kaos dalamnya, Irfan Bachdim sudah setengah telanjang sekarang. Aku lalu membuka baju dan celanaku sehingga aku hanya memakai celana dalam saja.
“Cepat Tom, lepas celana gue”, ujar Irfan Bachdim tidak sabaran. Cepat-cepat kubuka celana Irfan Bachdim sehingga yang tampak sekarang hanya CD segitiganya yang di bagian kepala kemaluannya agak basah, mungkin karena precum. Aku sudah tidak sabar lagi aku pelorotkan CD-nya, sehingga penis Irfan Bachdim yang sudah ingin bebas itu loncat ke atas dan berdenyut-denyut pula. Akupun mulai beraksi aku jilat dan hisap penis Irfan Bachdim, dan dia tampak mengerang kegelian.
“aahh.., nikmat Tom.., hisaapp.., ahh”, perintah Irfan Bachdim, dan langsung aku hisap penis Irfan Bachdim aku mainkan lidahku di kepala penis-nya, yang membuat Irfan Bachdim menjadi mengerang kenikmatan, aku isap-isap buah pelernya, kukulum-kulum batang penisnya, akhirnya Irfan Bachdimpun mulai menunjukkan tanda-tanda akan keluar spermanya, urat-urat penisnya mengeras, aku langsung menghentikan adegan oral seks ini, pelan-pelan aku lalu melepas Cd-ku, dan duduk di urinoir, lalu kupengang penis Irfan Bachdim dan kuarahkan masuk ke lubang pantatku.., ahh.., sungguh nikmat rasanya, dan agak sakit juga, karena pantatku sudah lama tidak dimasuki, Irfan Bachdim sudah mulai mengerang kenikmatan lagi, matanya ia pejamkan, aku lalu mengisap puting susunya, aku jilat leher dan wajahnya yang tampan, lengannya kunaikkan, aku senang juga melihat bulu ketiaknya sangat lebat lalu aku kulum dan jilat ketiak itu, Irfan Bachdim mulai menaik-turunkan pantatnya cepat sekali aku tahu dia akan ejakulasi, rasanya sungguh nikmat ketika Irfan Bachdim menusuk pantatku, untuk menahan rasa sakit aku tarik-tarik tissue WC, sehingga tissue itu bertebaran, aku juga turut mengocok penisku, akhirnya.., crot.., crot..
Irfan Bachdim yang pertama kali menyemprotkan spermanya di pantatku sambil berteriak kepuasan yang mendalam, sungguh banyak sekali dan rasanya sperma Irfan Bachdim mencapai usus dalamku, akhirnya akupun turut ejakulasi, Irfan Bachdim menjadi lemas, wajahnya berkeringat dan penuh kepuasan, begitupun aku yang sudah turut lemas, akhirnya kami memakai pakaian kami, dan aku lalu memberikan alamatku di Jakarta dan di Bali kepada Irfan Bachdim, dan dia tampaknya sungguh senang sekali, akhirnya kami sering melakukan hubungan ‘gase’ (gay seks) bersama Irfan Bachdim.