Sebuah hotel baru akan diresmikan di daerah Losari,
dekat Magelang, gerombolan kami turut di undang. Para
Vipiawan dan
Vipiawati dari Jakarta sebagian berangkat barengan dengan
pesawat
Garuda ke Jogja, sebagian lagi menyusul kemudian.Aku
termasuk
rombongan pertama yang, sambil menunggu teman-teman lain
datang,
kami check-in di Hyatt Regency Jogjakarta.Saat itu masih jam
11 pagi,
Iwan Tirta, pemimpin rombongan kami, memberi pilihan, ikut
bersamanya jalan-jalan atau mau tetap di hotel. Aku memilih
yang kedua,
sementara mereka pergi ke downtown, aku mandi dan memilih
pakaian
yang akan kukenakan. Kutelpon bagian binatu meminta
pakaianku
disetrika, lama kutunggu petugasnya tidak datang juga.
Akhirnya aku turun dari kamar dan mencari laundry room, di
tengah
lorong menuju laundry room aku berpapasan dengan seorang
lelaki muda
memakai setelan olahraga, jenggotnya rapi, kumisnya rapi,
meski
berkeringat ia tercium harum semerbak. Aku menyuruh petugas
menyetrika pakaianku dan mengantarnya ke kamar, setelah itu
aku
menuju coffee shop di bawah. Hyatt Regency Jogja tidak
sementereng
namanya, bangunannya biasa bahkan sederhana. Sambil duduk
memesan
hidangan mataku memandang ke luar, agak jauh terdapat
lapangan golf.
Tiba-tiba mataku terpaku pada lelaki muda yang berpapasan
denganku di
lorong,ia sedang jalan dari taman ke bangunan hotel. Aku
mengamati
wajahnya, hidungnya bangir, matanya dalam dan aku menebak,
lelaki ini
pasti dari Timur Tengah “……..hhhhhmmmmm……siapa takut ?”
Lelaki itu mendorong pintu kaca dan masuk coffee shop,
peluhnya
berleleran, ia menyapu pandang mencari tempat duduk rupanya.
Coffee
shop sepi, hanya ada 3 meja terisi. Dengan penuh percaya
diri
kulambaikan tangan, lelaki itu mendekat dan berdiri di
depanku “ada
apa ?” ia bertanya dengan galak, aku menjawab :”silahkan
duduk di sini,
temani saya sambil menunggu teman yang lain datang” Ia ragu
sejenak,
tapi kemudian ia menarik kursi “kamu asal dari mana ?” ia
bertanya lagi,
aku menjawab : “saya orang Indonesia, kamu dari mana ?” ia
hanya
mengangguk-ngangguk. Pelayan datang dan ia pesan orange
juice, lantas
lelaki muda ini berkata :”ya, kelihatan caramu berpakaian
tidak seperti
orang di sini” Kami berbicara masih kaku, aku tahu dia ragu
karena baru
mengenalku, aku mengamati wajahnya yang tidak terlalu
maskulin, tetapi
memang tampan. Tubuhnya semampai agak kurus, tapi kelihatan
bersih
dan orang baik-baik.
Aku berpikir-pikir mencari cara singkat membuatnya santai,
lantas aku
mengatakan : “temanku minta pijat, aku sudah tunggu lama dia
tidak
datang juga, untung ada kamu, bisa ngobrol tidak sendirian”
Ia menatapku
dan berkata seolah tak percaya :”apa ? kamu bisa mijat ?
belajar dari
mana ?” aku menunduk, menjawab sambil lalu : ”dari Thailand,
aku kursus
berijazah” Lelaki itu menepuk meja dengan telapak tangannya
: “oh ya
kita belum kenalan, saya Amir Chaudry, keluarga kami
pedagang karpet
dari Pakistan, namamu siapa tukang pijat ?” katanya sambil
tertawa
ramah, “Herman, saya kira kamu dari Arab sana” jawabku.
“Baguslah
Herman, saya sudah 2 hari ini mencari tukang pijat yang
baik, tapi belum
tahu cari dimana, di hotel ini terus terang terlalu mahal”
katanya lagi. Aku
buru-buru menjawab :”Saya memijat bukan karena cari uang,
tapi
karena persahabatan”
Amir Chaudry sama seperti orang Pakistan lainnya, ketahuan
pelit,
senyumnya semakin lebar, giginya yang indah
berkilau-kilauan. “Wah saya
sangat tersanjung, sangat bahagia dibilang sahabat”
cetusnya, kedua
tangannya dikibarkan ke atas bahagia. Tanpa membuang waktu
aku
memanggil pelayan, membayar pesanan meja kami, karena aku
yakin
Amir tidak akan membayarnya. Lantas aku katakan kepada Amir
:”saya
ada waktu tidak banyak, kalau teman saya tiba-tiba datang,
aku tidak
bisa pijat kamu, jadi apakah mau dipijat sekarang ?” Amir
membelalak
seolah tak percaya, ia menegaskan kalau ia tidak akan
membayar
pijatanku, katanya :”sekarang ? sebagai sahabat ? tentu saja
! asal
betul-betul tanda persahabatan ya !”
Aku berdiri dan berjalan duluan, Amir buru-buru mengikutiku.
Sampai di
kamar Amir duduk di pinggir tempat tidur menunggu
isnstruksi. Aku
membuka pintu kamar mandi dan menyalakan air dalam bathtub.
“Amiiiiirrrrrr……….” Aku memanggilnya, ia melongok dan aku
menyuruhnya
mandi, Amir menurut, membuka baju dan celananya, aku
mengamati dari
kamar, ia ragu-ragu melepas kolornya. Busa badedas yang semerbak
dan
bergulung-gulung segera memenuhi bath-tub, aku menyuruh ia
segera
nyemplung dan membiarkan ia sendirian di kamar mandi. Lima
menit
kemudian aku masuk kamar mandi yang tak dikunci, Amir sedang
berendam dengan asyik, ia menggosok-gosok lengan, perut dan
pahanya.
Aku duduk di tepi bath-tub menyuruh ia memunggungi aku,
lantas
perlahan-lahan aku memijat punggungnya, hati-hati dengan
tekanan
penuh. Tengkuknya aku pijat, turun lagi ke bawah, demikian
berulang-
ulang. Amir merasa sangat nyaman, matanya tertutup merasakan
pijatanku. Kemudian aku menyuruhnya meluruskan kaki,
sehingga
posisinya berbaring penuh di dasar bath-tub dengan kaki
selonjor muncul
ke atas. Pergelangan kakinya aku mulai pijat, cukup lama 5
menit, setelah
itu naik ke betisnya dan sedikit pahanya, demikian berulang
kali. Lantas aku
berpura-pura minta ia menjulurkansebelah kaki yang lain, aku
tahu posisi
itu tidak memungkinkan, jadi aku mengambilkan handuk “bilas
badanmu,
aku pijat di tempat tidur saja” kataku sambil berdiri dan
meninggalkannya
begitu saja.
Aku duduk merokok, membuka mini bar dan berusaha menenangkan
jantungku yang berdetak sempoyongan. Kutuang vodka dan
kutenggak,
Amir masuk dan menegurku :”Astaga kamu minum alcohol ya ?”
aku
menjawab sambil menatap lilitan handuk dipinggangnya “ya,
kadang-
kadang saya minum, kamu mau ? demi persahabatan ?” mulanya
Amir
menolak, ia meringis “Tidak, tidak…tidak, saya hanya minum
untuk acara
yang sangat penting !” keberanianku mulai timbul setelah
menenggak
vodka, aku menyahut :”betul….kamu betul Mir, saya minum
karena ini
acara penting, tanda dimulainya persahabatan denganmu…”
kataku sambil
mengangkat gelas….Amir tak dapat menolak, ia meraih gelas
dan
menenggaknya :”aaaaahhhh….!” Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya.
Lantas ia melompat ke atas tempat tidur seperti penerjun
payung,
handuknya tetap melekat erat di pinggang.
Dengan percaya diri, aku berdiri dan merenggut handuk itu,
kututup
melintang di atas pantatnya, dan mulailah aku memijati lagi
punggungnya
hingga ke pantat, tumit kaki, pergelangan betis hingga paha,
pindah ke
tengkuk, lengan dan jemarinya. Akhirnya jemari Amir aku
pijat dengan
sebelah tangan, sebelah tangan lagi aku memijat pahanya,
terus naik-
naik-naik merembet hingga menyentuh bijinya. Demikian
berulang-ulang,
sampai jemari Amir tiba-tiba mencengkeram jariku, ia
membalikkan
badan menatapku dengan penuh harap dan permintaan. Handuk
tersibak
dan perkakas Amir sudah berdiri melengkung seperti ketimun.
Ia menarik
tanganku dan meletakkan di atas perutnya, lantas digeser
turun sampai
ke jembutnya yang setengah dicukur. Aku terpana menatap
dadanya
yang rindang berbulu hingga ke pusar, disambung bulu halus
sampai ke
jembutnya. Amir meregangkan kakinya, tampak paha-pahanya
yang
mengapit biji salak kemerah-merahan.
Aku tersenyum, Amir tersenyum, ia menarik dan memelukku
:”demi
persahabatan……..lakukanlah…..lakukanlah sekarang” Ia
mengelus pipiku dan
mencium keningku, tangannya menarik celanaku dan meremas
kedua
pantatku. Aku melepas kaosku, Amir langsung menjentikkan
jarinya ke
putingku, aku menunjuk dan Amir langsung melahap putingku,
menjilatnya
mengulumnya sehingga aku bergidik kegelian. Amir menarik
lagi tanganku,
diarahkan ke alat vitalnya, kugenggam ……hangat….keras..berdenyut-
denyut seperti jantungku !
Kami saling menindih, berciuman, memainkan lidah dan
menggesek alat
vital, rasanya indah, luar biasa, mesra !! Amir berbisik
:”saya ingin sex yang
indah, jangan buat saya kecewa…..!” aku mengulum kupingnya
sambil balas
berbisik : ”tentu…tentu…saya bikin kamu bahagia…saya
janji….!” Amir
mencium leherku, menggigit telingaku dan berbisik lagi
:”janji…2 kali
ya….sekali di mulut, sekali di lubang surga, ditambah bonus
penutup….saya
semprot didadamu…ok ?” Aku hanya mengangguk pasrah, 4 atau 5
kalipun aku ladeni, kataku dalam hati.
Puas kami bercipokan, Amir menggiring bibirku ke perutnya,
segera
kukulum bulu-bulu di dekat pusar, merambat turun dan terus
turun,
sambil kugenggam batang kontolnya kujilat kepala kemaluannya
dengan
lidah menari-nari perlahan dan makin cepat, akhirnya kontol
itu kupakai
seperti sikat gigi, kugosok lidahku di bagian yang paling
sensitive. Amir
meringkik kegelian, ia menutup mulutnya sendiri, ia tidak
kuat menahan
nikmat, menahan rasa geli dan rasa enak yang tak karuan.
Sesaat ia
menarik nafas kujejalkan kontol itu dalam-dalam ke mulutku,
ia terpekik,
aku biarkan saja, kumainkan lidah di dalam mulut sambil
menarik dan
mendorong kontol sepanjang sejengkal lebih sedikit itu. Amir
memukul-
mukul punggungku, sesekali ia mengelus kepalaku, sesekali ia
menaikkan
lututnya, lantas ia buru-buru menutup mulutnya lagi, kalau
tidak ia pasti
menjerit keenakan.
30 menit aku bermain dengan alat vital Pakistani itu, terasa
cape juga,
aku mengulum kontol Amir sambil mengocok batangnya. Rupanya
Amir
juga sudah tidak tahan, ia menyuruhku berbaring, ia duduk
diatas dadaku,
kemaluannya yang panjang dan melengkung dijejalkan ke dalam
mulutku,
tentu saja yang masuk hanya setengah, Amir menyuruh aku
mengocok
setengah batang sisanya, lantas ia bergoyang maju mundur,
sesekali
memutar-mutar pinggulnya. Ia memintaku mengocok lebih cepat
dan
lebih cepat, Amir menggoyang pantatnya maju mundur secepat-
cepatnya, aku hampir terpekik karena batang kontolnya masuk
begitu
dalam……belum sempat aku mencabut kontol itu Amir memekik
sambil
melepaskan spermanya………crrrrrrooooooooooooootttttt………
crrroooooooooooooottt………… croooooooooootttttt, mulutku
banjir
oleh sperma, sudah kutelan berkali-kali sperma itu tidak
habis juga,
kulepas kontol Amir dari mulutku dan kukocok-
kocok……….crrrroooooooooootttt …..!!!! ooooh kontol itu masih
mampu
menyemprotkan sperma lagi, kujilat dan kujilat kepala kontol
yang
berleleran sperma hingga ke batang dan biji-bijinya, Amir
menjambak
kepalaku dan mendorong ke selangkangannnya sambil mengeluh :
”oooooooohhh…..oooooohhhh……ooooohhhhhh……..!”
Amir membanting dirinya ke kasur, menarik tubuhku dan
meremas-
remas dadaku, pantatku dan mengilik-ngilik lubangnya
sehingga aku
meronta-ronta kegelian. Lidahnya menari-nari di atas
putingku, leherku,
pipiku dan akhirnya bibirku dikulumnya, ia menjilati sisa
sperma dan
memasukan dengan lidahnya kemulutku. Ia berbisik
:”hebat…hebat….sangat
hebat…memuaskan…..hebat” tangannya mengusap-ngusap tubuhku
dan
jemarinya memainkan putingku lagi. Ia menyedot pentilku
sambil
memainkan alat vitalku yang ngaceng kendor ngaceng kendor,
kali ini aku
ngaceng abis-abisan dikocok tangannya yang perkasa, entah ia
belajar
dimana tapi ia bisa mengocok sekaligus memainkan bijiku. Aku
megap-
megap kegelian dan keenakan. Amir menyedot-nyedot puserku
dan
menjilati jembutku, tapi ia tak mau mengulum kontolku, ia
hanya mau
menjilati pahaku dan……..lubang anusku, oooh rasanya seperti
melayang di
angkasa !
Amir pandai sekali membuat orang mengelijang, aku
mendesis-desis
keenakan, kontolku sudah hampir muncrat, Amir mengocok
sambil
menjilati lubang anusku…persis di lubangnya…….aku mengelepar
tak kuasa
menahan diri….akhirnya, creeeeeeeeeeeeeeeeettt……
creeeeettttttttttt……cccreeeeett… air maniku
meletus…..melayang
tinggi…..dan berjatuhan ke atas pundak dan punggung Amir.
Aku buru-
buru menarik wajahnya menciumnya, Amir menindihku sehingga
rasa
nikmat semakin menjadi, ia menindih sambil melebarkan ke dua
pahaku, ia
menyelipkan alat vitalnya persis di bawah bijiku. Aku sudah
tidak peduli,
karena rangsangan yang Amir lakukan membuat aku pasrah
sumarah. Aku
hanya sempat mengintip, kontol Amir sudah tegang lagi,
ketika
kugenggam terasa hangat.
Amir membasahi kontolnya dengan ludah, dengan sisa-sisa
sperma,
lubang pantatku yang sudah basah oleh liurnya segera
merasakan sebuah
benda kenyal, tegang, berdenyut-denyut. Kepala kontol Amir
masuk
dengan mudah, ia mendorong sedikit-demi sedikit, ia
melihatku yang
melotot kesakitan. Amir menahan diri sebentar, lantas ia
menatapku
penuh kasih sambil mendorong lagi kontolnya, aku menganga
menahan
rasa sakit, Amir menunduk, ia mencium bibirku, menjilati
jakunku, lantas
sekali lagi ia mendorong perlahan. Memang sakit, nyeri, aku
mencoba
menyesuaikan diri, rasa sakit perlahan hilang, Amir mulai
menarik
kontolnya perlahan, mendorongnya pelan, menarik lagi dan
mendorong
lagi. Amir mulai merasa nikmat, matanya terkatup, bibirnya
setengah
terbuka, gerakannya penuh konsentrasi, aku hanya dapat
mengelus
pundak dan mencubit punggungnya. Amir merasa khusuk dan
syahdu
dengan persetubuhan ini, gerakannya konstan, ia takut
membuatku
kesakitan.
Kira-kira 20 menit aku mengangkang dan Amir memintaku ganti
posisi,
berdiri menghadap cermin, ia menyetubuhiku dari belakang
sambil
menatapnya dari cermin, aku juga jadi lebih terangsang.
Gerakan Amir kini
lebih cepat, sesekali ia mencium atau menjilat bagian-bagian
tubuhku.
Rasanya indah….indah sekali….! Rupanya sodokan Amir kali ini
menimbulkan
suara yang agak nyaring….tetapi itu menimbulkan sensasi
lebih besar,
Amir semakin ngaceng dan tak kuat menahan diri, ia
meraba-raba alat
vitalku, meremas dan menggenggamnya, gerakan kontolnya juga
makin
cepat, sekali dua kali dia plintir membuatku perutku terasa
berputar-
putar. Amir menggerakkan pantatnya maju mundur makin cepat,
tengkukku digigit, ia menggeram-menahan ejakulasi…
cccccrrrrrooooooooottttttt.
………..ccrrroooooooooooooooooottttttt………
cccrrrrrrrrrrrrrrrroooootttt……….Amir melepas spermanya dalam
anusku, ia masih menggenjot beberapa kali, tiba-tiba ia
mencabut
kontolnya dan menyuruhku jongkok. Amir mengocok kontolnya
yang
masih tegang kuat-kuat, aku heran kontol sudah nyemprot
seperti itu
masih tegang juga, Amir sibuk mengocok kontol sambil
mendengus-
dengus, aku menjilati bijinya dan memain-mainkan lubang
anusnya.
Semenit, dua menit, tiga menit Amir masih mengocok kontol
dengan aku
jongkok di hadapannya. Tiba-tiba Amir mendengus lebih keras,
ia menarik
wajahku dan menggosok-gosok kontol segede timun itu seperti
mengelap mobil dan kontol itu terus saja dikocoknya sampai
kepalanya
kelihatan merah mengkilap, sesaat kemudian Amir meletupkan
air
pejunya di wajahku, preeetttttttt…….preeeettttt
….crrreeetttt….cccrrrrrrrrooooooottttttt……..cccrrroooottt,
air peju
Amir menyemprot sesuka hati ……..wajahku penuh peju,
berleleran, Amir
langsung jongkok dan mencium bibirku yang penuh sperma, ia
menjilati
pipiku, dengan tangannya ia mendorong pejunya masuk ke
mulutku. Ia
lantas mengajakku berbaring, memelukku dan tak
henti-hentinya ia
menciumi wajahku yang belepotan sisa peju.
Sejam lebih kami berbaring, saling meremas jemari, saling
memandang,
akhirnya Amir tertidur. Aku melihat jam di handphone, sudah
jam 2 lewat
seperempat.Aku membiarkan Amir lelap, jam 3 tepat aku
berdiri
menuju kamar mandi, Amir terbangun, kami mandi berdua. Aku
agak
cemas, takut teman-temanku pulang. Aku mandi dan menyabuni
Amir,
kemaluan Amir tegang lagi, aku menjentiknya, ia tersenyum
dan meminta
aku mengulumnya. Aku mengocoknya sebentar, lantas kubilas
dan
kukulum, Amir menyeringai, kedua tangannya menutup mulut,
kujilat
semauku kasar lembut kasar pelan cepat dan akhirnya Amir
ejakulasi lagi
dalam mulutku sambil mendengus panjaaaaaang……..air maninya
masih
banyak juga ! Kutelan air mani Amir sambil memeluk pahanya
kuat-kuat,
Amir lantas menciumku lamaaaaa sekali.
Aku mengajaknya berbilas dan berkata :”temanku bisa datang
dan muncul
sewaktu-waktu” Kami bergegas berpakaian dan aku buru-buru
mengajaknya turun ke lobby, Amir kelihatan lesu dan kurang
senang
melihat sikapku seperti itu sambil menyusuri lobby ia
berkata :”kamu luar
biasa nikmat, saya menyukai kamu, saya harap persahabatan
kita tidak
sampai di sini saja” Aku menatap jam di dinding, jam 4.14,
kami duduk di
lobby Amir menatapku :”sekali lagi saya harus katakan, saya
ingin tetap
bersahabat denganmu……kapan saya bisa menemuimu lagi” Amir
memohon, aku memberi kartu namaku sambil menjawab :”kapan
saja
kamu boleh telpon saya dan kita janjian untuk bertemu, tapi
hari ini dan
besok sudah pasti tidak bisa bertemu”
Amir memasukkan kartu namaku dan memberi kartu namanya, ia
masih
juga memohon :”jadi kapan lagi kita bertemu….kapan ? tolong
jawab…..saya bersumpah belum pernah merasakan kenikmatan
seperti
ini sebelumnya……sungguh……ooh Herman berjanjilah mau bertemu
lagi dan
melanjutkan persahabatan kita…..ayolah…!”
Aku tersenyum, memegang tangannya, menggenggamnya dan
berkata :”tentu Amir, kamu juga sangat memuaskan bagi saya,
saya juga
bahagia, bagaimana mungkin saya melupakanmu, percayalah kita
pasti
bertemu lagi, pasti ada waktunya, besok saya pasti telpon
kamu, saya
janji..ok ?”
Jam 4.40 rombongan jalan-jalan muncul, suara mereka
terdengar dari
jauh, rupanya rombongan Vipiawan Vipiawati yang kedua sudah
tiba di
Jogja, mereka sudah di mobil. Kedua rombongan akan berkonvoi
menuju
Losari. Teman-temanku, naik ke kamar mengambil barang, Iwan
Tirta
dan Ardianto memandangku “bagaimana ? jadi ikut atau tinggal
di sini ?”
mereka menggoda, aku hanya tersenyum. Aku berpamitan pada
Amir,
mengambil barangku di kamar, Iwan Tirta menyusul, di dalam
lift ia
mencubit pantatku sambil tertawa.
Sebentar saja di atas kami segera turun, berkumpul dan
check-out.
Amir menungguku di lobby, ia kelihatan sedih harus berpisah
denganku.
Aku menyalaminya dan sekali lagi berbisik :”pasti besok aku
telpon…aku
janji…!” lantas aku berlari menyusul teman-temanku.
Rombongan kami
berangkat menuju Losari, acara makan malam siap menanti.
Enam jam di Jogja memberi kenangan luar biasa, sebuah
kebahagiaan
memang harus diraih dengan keringat, perjuangan dan
kemenangan. Amir
dan aku mendapat kebahagiaan setelah berpacu saling
menindih, bergulat
sampai keringatan, saling menggigit, berjuang mencapai
ejakulasi seolah
memenangkan pertarungan dan pertempuran sengit di atas
ranjang.
Amir dan aku berhubungan dan terus berhubungan, awalnya
persahabatan, akhirnya menjadi semacam percintaan. Sex yang
kami
nikmati memang istimewa, Amir menyukai tubuhku dan caraku
melayaninya, aku menyukai alat vitalnya, besar, panjang dan
bisa muncrat
berkali-kali.
aku gay kyk add pin punyaku 262885 ab / 08175475569 sms aja yaa>> maklum sring terima tamu
BalasHapus